Katanya,
“Pilihlah untuk bahagia”
Kalau hidup ini memang serangkaian pilihan ganda,
tidakkah pilihan bahagia ini harusnya ditiadakan untuk mereka yang bangsat?
Katanya lagi,
“Maafkan dirimu sendiri dan melihatlah ke depan.”
Aku tidak bisa memaafkan diriku.
Karena aku tidak salah apa-apa.
Aku hanya pulang sekolah
tanpa pikiran apa-apa
Aku tidak dapat melihat ke depan
Aku bahkan tidak bisa menutup mata
Kalian rusak tubuhku dengan birahi
kalian koyak jiwaku dengan alasan…
Khilaf?
BANGSAT!
Apakah kalian bisa memaafkan diri kalian dan memilih untuk bahagia?
Harusnya pilihan itu tak lagi ada untuk kalian.
Ketika aku ditemukan di pinggir jalan
Mereka yang menolongku sibuk berbisik
Kasian ya anak ini….pergaulannya salah sih…
Ah, rok sekolahnya kurang panjang sih…
Di kitab manakah ada tertulis bahwa panjang rok seorang perempuan menentukan haknya untuk berjalan dengan aman?
Doa ibu mana yang memberikan anaknya hak untuk mengambil pilihan hidup anak orang lain?
….
Sayang napasku telah kau putus.
Hingga ku tak lagi mampu mengendus.
Tapi harapku belum pupus
Ku harap tititmu segera putus.
(end)
In memory of Yuyun
Di tahun 2016, seorang anak perempuan berusia 13 tahun, diperkosa 14 orang kakak kelasnya yang kemudian membuang tubuhnya ke dalam jurang. Korban ditemukan beberapa hari kemudian dalam keadaan tanpa nyawa dengan tulang pinggang yang patah dan luka-luka.
Selama kasus berlangsung, keluarga korban terpaksa pindah dari kediamannya karena tidak nyaman dengan perlakukan para keluarga pelaku.
The case itself was infuriating. Especially the comments and how it was reported. The fact that the family had to move was even MORE infuriating. In what world can the family of the perpetrators have the guts and the gully to bully the family who just lost their daughter because of your failure to raise you sons?
My fury of her death is shared by many and has led to the review of our Child Protection Law.